Sabtu, 12 November 2011

Epidemiologi

EPIDEMIOLOGI
A. Pengertian Epidemiologi

“Ilmu yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) serta Determinat masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor – factor yang Mempengaruhinya).

Suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan pada penyakit infeksi menular. Tapi dalam perkembangannya hingga saat ini masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya.

B. KONSEP EPIDEMIOLOGI
1. Konsep sehat
sehat apabila semua organ tubuh dapat berfungsi dalam batas-batas normal sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Konsep sehat berdasarkan ekologi: Sehat berarti proses penyesuaian antara individu dengan lingkungannya Konsep sehat merupakan proses yang dinamis dan bersifat relatif. Konsep sehat secara Fisik:seseorang dikatakan sehat apabila semua organ tubuh dapat berfungsi dalam batas-batas normal sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
2. Konsep sakit
     merupakan proses yang dinamis dan bersifat relatif.  Walaupun secara umum konsep sakit lebih mudah ditentukan, tetapi dalam hal-hal tertentu akan sama sulitnya dengan penentuan batasan sehat.                                                                                                                                         
Contohnya: Ada 2 orang dengan gambaran EKG yang sama tetapi tidak sama keluhan yang dirasakannya. i


3. Konsep Pencegahan penyakit
Melakukan sebuah interaksi antara lingkunga,host dan agen penyakit.Dapat juga menggunakan  cara  pengobatan  yang dilakukan di klinik dan  di laboratorium masih harus diuji keampuhannya di masyarakat.
4. Perkembangan teori penyebab penyakit:
 Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (Enviroment). (Nur nasry noor,2000.Dasar epidemiologi,Rineka cipta.Jakarta)
  1. Penyakit timbul karena gangguan makhluk halus.
  2. Teen Hypocrates, bahwa penyakit timbul karena pengaruh Iingkungan terutama: air, udara, tanah, cuaca (tidak dijeIaskan kedudukan manusia dalam Iingkungan).
  3. Teori Humoral, dimana dikatakan bahwa penyakit timbul karena gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.
  4. Teori Miasma, penyakit timbul karena sisa dari mahkluk hidup yang mati membusuk, meninggalkan pengotoran udara dan Iingkungan.
  5. Teori jasad renik (teori Germ), terutama setelah ditemukannya mikroskop dan dilengkapi teori imunitas.
  6. Teori nutrisi dan Resistensi, hasil pengamatan pelbagai pengamatan epidemiologis.
  7. Teori Ekologi lingkungan, bahwa manusia berinteraksi dengan penyebab dalam Iingkungan tertentu dapat menimbulkan penyakit.
Karakteristik Segitiga Utama

Ketiga faktor dalam trias epidemiologi terus menerus dalam keadaan berinterkasi satu sama lain. Jika interaksinya seimbarig, terciptalah keadaan sehat. Begitu terjadi gangguan keseimbangan, muncul penyakit. Terjadinya gangguan keseimbangan bermula dan perubahan unsur-unsur trias itu. Perubahan unsur trias yang potensial menyebabkan kesakitan tergantung pada karakteristik dan ketiganya dan interaksi antara ketiganya.
  1. Karakteristik Penjamu
Manusia mempunyai karakteristik tersendiri dalam menghadapi ancaman penyakit, yang bisa berupa:
    1. Resistensi.: kemampuan dan penjamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi. Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, manusia mempunyai mekanisme pertahanan tersendiri dalam menghadapinya.
    2. Imunitas: kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon imunologis, dapat secara alamiah maupun perolehan (non-alamiah), sehingga tubuh kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan tersendiri. Misalnya campak, manusia mempunyai kekebalan seumur hidup, mendapat munitas yang tinggi setelah terserang campak, sehingga seusai kena campak sekali maka akan kebal seumur hidup.
    3. lnfektifnes (infectiousness): potensi penjamu yang terinfeksi untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada dalam tubuh manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya.



  1. Karakteristik Agen
    1. Infektivitas: kesanggupan dan organisma untuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungan dan penjamu untuk mampu tinggal dan berkembang biak (multiply) dalam jaringan penjamu. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dan suatu mikroorganisma untuk mampu menimbukan infeksi terhadap penjamunya. Dosis infektivitas minimum (minimum infectious dose) adalah jumlah minimal organisma yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi. jumlah ini berbeda antara berbagai spesies mikroba dan antara individu.
    2. Patogenesitas: kesanggupan organisma untuk menimbulkan suatu reaksi klinik khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang diserang. Dengan perkataan lain, jumlah penderita dibagi dengan jumlah orang yang terinfeksi, Hampir semua orang yang terinfeksi dengan virus smallpox menderita penyakit (high pathogenicthy), sedangkan orang yang terinfeksi poliovirus tidak semua jatuh sakit (low pathogenicity).
    3. Virulensi: kesanggupan organisma tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kematian. Virulensi kuman menunjukkan beratnya (severity) penyakit.
    4. Toksisitas: kesanggupan organisma untuk memproduksi reaksi kimia yang toksis dan substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis.
    5. Invasitas: kemampuan organisme untuk melakukan penetrasi dan menyebar setelah memasuki jaringan
    6. Antigenisitas: kesanggupan organisma untuk merangsang reaksi imunologis dalam penjamu. Beberapa organisma mempunyai antigenisitas Iebih kuat dibanding yang lain. Jika menyerang pada aliran darah (virus measles) akan lebih merangsang immunoresponse dan yang hanya menyerang permukaan membrane (gonococcus).
  1. Karakteristik Lingkungan
    1. Topografi: situasi lokasi tertentu, baik yang natural maupun buatan manusia yang mungkin mempengaruhi terjadinya dan penyebaran suatu penyakit tertentu.
    2. Geografis: keadaan yang berhubungan dengan struktur geologi dan bumi yang berhubungan dengan kejadian penyakit.
5. Konsep Riwayat perjalanan penyakit alamiah
Meliputi :
1.       Fase Pre-patogenesis
Gangguan keseimbangan host, agen, dan lingkungan: lingkungan menguntungkan agen dan merugikan manusia, simptom ( - ).
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang peniamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya, tahap patogenesis.
2.        Fase Patogenesis
Gangguan keseimbangan dalam waktu lama, gejala dan tanda klinik (+), manusia menjadi sakit : sembuh, ketidakmampuan, cacat, kronik dan mati.
§  Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang diwaktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi ini bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Dan pengetahuan tentang lamanya masa inkubasi ini sangat penting, tidak sekadar sebagai pengetahuan riwayat penyakit, tetapi berguna untuk informasi diagnosis. Setiap penyakit mempunyai masa inkubasi tersendiri, dan pengetahuan masa inkubasi dapat dipakai untuk identifikasi jenis penyakitnya.
§  Tahap Dini
Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang Kelihatannya ringan. Tahap ini sudah mulai menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis (pathologic changes), walaupun penyakit masih dalam masa subklinik (stage of subclinical disease). Seandainya memungkinkan, pada tahap ini sudah diharapkan diagnosis dapat ditegakkan secara dini.
§  Tahap Lanjut
Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan mungkin tambah berat dengan segala kelainan patologis dan gejalanya (stage of clinical disease). Pada tahap ini penyakit sudah menunjukkan gejala dan kelainan klinik yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya pula, setelah diagnosis ditegakkan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik,
§  Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu:
1. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat kembali.
2. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen berupa cacat.
3. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit.
4. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
5. Berakhir dengan kematian.(Bustam,2002,Pengantar epidemiologi,Rinika cipta,Jakarta.)
    6. Transmisi Penyakit
Menurut Direktur Jenderal pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemem Kesehatan (P2M & PL DepKes), Prof. DR. dr. Umar Fahmi Achmadi MPH yang juga guru besar Ilmu Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, ada empat factor yang berperan dalam dinamika transmisi penyakit menular, yaitu:
1.       Sumber Penyakit
2.       Vektor
3.       Barrier (penghalang) antara vector dengan populasi yang berisiko serta kekebalan manusia.
4.       Perawatan penderita penyakit
C.      MORBIDITAS DAN MORTALITAS
UNTUK MENGUKUR MASALAH PENYAKIT ( ANGKA KESAKITAN / MORBIDITAS )
Setiap gangguan di dalam fungsi maupun struktur tubuh seseorang dianggap sebagai penyakit. Penyakit, sakit, cedera, gangguan dan sakit, semuanya dikategorikan di dalam istilah tunggal : MORBIDITAS  merupakan  derajat sakit, cedera atau gangguan pada suatu populasi, suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera, dan juga mengacu pada angka kesakitan
yaitu ; jumlah orang yang sakit dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali merupakan kelompok yang sehat atau kelompok yang beresiko.Di dalam Epidemiologi, Ukuran Utama Morbiditas adalah : Angka Insidensi & Prevalensi dan berbagai Ukuran Turunan dari kedua indikator tersebut.
Setiap kejadian penyakit, kondisi gangguan atau kesakitan dapat diukur dengan Angka Insidensi dan Angka Prevalensi.angka insidensi adalah  gambaran tentang frekwensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di satu kelompok masyarakat.
D.       PENELITIAN CASE CONTROL dan COHORT
(1)CASE CONTROL
Adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana factor resiko dipelajari dengan menggunakan pandekatan retrospective. Dengan kata lain, efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian factor resiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu.
Didasarkan pada kejadian penyakit yang sudah ada sehingga memungkinkan untuk menganalisa dua kelompok tertentu yakni kelompok kasus yangg menderita  penyakit atau terkena akibat yang diteliti, dibandingkan dengan kelompok yang tidak menderita atau tidak terkena akibat. Intinya penelitian case control ini adalah diketahui penyakitnya kemudian  ditelusuri penyebabnya.
Tahap-tahap penelitian Case control:
a.Identifikasi variable-variabel penelitian ( factor resiko dan efek )
b.Menetapkan objek penelitian ( populasi dan sampel )
c.Identifikasi kasus
d.Pemilihan subjek sebagai kontrol
e.Melakukan pengukuran retrospektif ( melihat ke belakang ) untuk melihat faktor resiko
f.Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-variabel objek penelitian dengan variabel-variabel kontrol.
Kelebihan Rancangan Penelitian Case Control:
a.Adanya kesamaan ukuran waktu antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
b.Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian lebih tajam dibanding hasil rancangan cross sectional
c.Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen (kohort)
d.Tidak memerlukan waktu lama ( lebih ekonomis )
Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control:
a.Pengukuran variabel yang retrospective, objektivitas, dan reabilitasnya kurang karena subjek penelitian harus mengingatkan kembali faktor-faktor resikonya.
b.Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidakdapat dikendalikan.
c.Kadang-kadang sulit memilih kontrol yang benar-benar sesui dengan kelompok kasusu karena banyaknya faktor resiko yang harus dikendalikan.
Contoh : Penelitian ingin membuktikan hubungan antara malnutrisi/ kekurangan gizi pada anak balita dengnan perilaku pemberian makanan oleh ibu.
Tahap pertama : Mengidentifikasi variabel dependen ( efek ) dan variabel- variabel independen (faktor resiko ).
- Variabel dependen : malnutrisi
- Variabel independen : perilaku ibu dalam memberikan makanan.
- Variabel independen yang lain : pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak, dan sebagainya.
Tahap kedua : Menetapkan objek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Objek penelitian disini adalah pasangan ibu dan anak balitanya. Namun demikian perlu dibatasi pasangan ibu dan balita daerah mana yang dianggap menjadi populasi dan sampel penelitian ini.
Tahap ketiga : Mengidentifikasi kasus, yaitu anak balita yang menderita malnutrisi (anak balita yang memenuhi kebutuhan malnitrisi yang telah ditetapkan, misalnya berat per umur dari 75 % standar Harvard. Kasus diambil dari populasi yang telah ditetapkan .
Tahap keempat : Pemilihan subjek sebagai kontrol, yaitu pasangan ibu-ibu dengan anak balita mereka. Pemilihan kontrol hendaknya didasarkan kepada kesamaan karakteristik subjek pada kasus. Misalnya ciri-ciri masyarakatnya, sosial ekonominya dan sebagainya.
Tahap kelima : Melakukan pengukuran secara retrospektif, yaitu dari kasusu (anak balita malnutrisiI itu diukur atau ditanyakan kepada ibu dengan menggunakan metose recall mengenai perilaku memberikan jenis makanan , jumlah yang diberikan kepada anak balita selama 24 jam.
Tahap keenam : Melakukan pengolahan dan analisis data . Dengan membandingkan proporsi perilaku ibu yang baik dan yang kurang baik dalam hal memberikan makanan kepada anaknya pada kelompok kasus, dengan proporsi perilaku ibu yang sama pada kelompok kontrol. Dari sini akan diperoleh bukti ada tidaknya hubungan perilaku pemberian makanan dengan malnutrisi pada anak balita.
(2)COHORT
PENELITIAN COHORT (PENELITIAN PROSPEKTIF ) merupakan suatu penelitian survei ( non ksperimen ) yang paling baik dalam menghubungkan antara faktor resiko dengan efek ( Penyakit ). Penelitian cohort digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek melalui pendekatanlongitudinal ke depan atau prospektif. Artinya faktor resiko yang akan dipelajari diidentifikasi dulu kemudian diikuti ke depan secara prospektif timbulnya efek, yaitu : penyakit atau salah satu indikator status kesehatan.
Penelitian Cohort membandingkan proporsi subjek yang menjadi sakit ( efek positif ) antara kelompok subjek yang diteliti dengan faktor positif dengan kelompok subjek dengan faktor resiko negatif ( kelompok kontrol ).
Penelitian observasional analitik yang didasarkan pada pengamatan sekelompok penduduk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini kelompok penduduk yang diamati merupakan kelompok penduduk dengan 2 kategori tertentu yakni yang terpapar dan  atau  yang tidak terpapar terhadap faktor yang dicurigai sebagai faktor penyebab. Penelitian ini (cohort) adalah kebalikan dari case control. faktor resiko (penyebab) telah diketahui terus diamati secar terus menerus  akibat yang akan ditimbulkannya.
Langkah-langkah pelaksanan penelitian cohort:
a.Identifikasi faktor-fakor rasio dan efek
b.Menetapkan subjek penelitian ( menetapkan populasi dan sampel )
c.Pemilihan subjek dengan faktor resiko positif dari subjek dengan efek negatif
d.Memilih subjek yang akan menjadi anggota kelompok kontrol
e.Mengobservasi perkembangan subjek sampai batas waktu yang ditentukan, selanjutnya mengidentifikasi timbul tidaknya efek pada kedua kelompok
f.Menganalisis dengan membandingkan proporsi subjek yang mendapatkan efek positif dengan subjek yang mendapat efek negatif baik pada kelompok resiko positif maupun kelompok kontrol.
Keunggulan Penelitian Cohort
a.Dapat mengatur komparabilitas antara dua kelompok (kelompok subjek dan kelompok kontrol) sejak awal penelitian.
b.Dapat secara langsung menetapkan besarnya angka resiko dari suatu waktu ke waktu yang lain.
c.Ada keseragaman observasi, baik terhadap faktor resiko maupun efek dari waktu ke waktu.
d.Bebas bias seleksi dan recall bias.
e.Outcome tidak mempengaruhi seleksi.
f.Dapat dipelajari sejumlah efek secara serentak.
Kekurangan Penelitian Cohort
a.Memerlukan waktu yang cukup lama
b.Memerlukan sarana dan pengelolaan yang rumit
c.Kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out dan akan mengganggu analisis hasil
d.Ada faktor resiko yang ada pada subjek akan diamati sampai terjadinya efek (mungkin penyakit) maka hal ini berarti kurang atau tidak etis.
e.Relatif mahal.
f.Extraneous variabel kadang sukar dikontrol.
g.Ukuran sampel sangat besar untuk penyakit yang jarang.
Contoh : Penelitian yang ingin membuktikan adanya hubungan antara Ca paru (efek) dengan merokok (resiko) dengan menggunakan pendekatan atau rancangan prospektif.
Tahap pertama : Mengidentifikasi faktor efek (variabel dependen) dan resiko (variabel independen) serta variabel-variabel pengendali (variabel kontrol).
- Variabel dependen : Ca. Paru
- Variabel independen : merokok
- Variabel pengendali : umur, pekerjaan dan sebagainya.
Tahap kedua : Menetapkan subjek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Misalnya yang menjadi populasi adalah semua pria di suatu wilayah atau tempat tertentu, dengnan umur antara 40 sampai dengan 50 tahun, baik yang merokok maupun yang tidak merokok.
Tahap ketiga : Mengidentifikasi subjek yang merokok (resiko positif) dari populasi tersebut, dan juga mengidentifikasi subjek yang tidak merokok (resiko negatif) sejumlah yang kurang lebih sama dengan kelompok merokok.
Tahap keempat : Mengobservasi perkembangan efek pada kelompok orang-orang yang merokok (resiko positif) dan kelompok orang yang tidak merokok (kontrol) sampai pada waktu tertentu, misal selama 10 tahun ke depan, untuk mengetahui adanya perkembangan atau kejadian Ca paru.
Tahap kelima : Mengolah dan menganalisis data. Analisis dilakukan dengan membandingkan proporsi orang-orang yang menderita Ca paru dengan proporsi orang-orang yang tidak menderita Ca paru, diantaranya kelompok perokok dan kelompok tidak merokok.
E.       PERAN PERAWAT DALAM EPIDEMIOLOGI
Peranan perawat dalam Epidemiologi
Peran perawat komunitas dalam epidemiologi berdasarkan rumusan Departemen Kesehatan sebagai penemu kasus di lapangan yaitu:
1.       Melakukan surveilans epidemiologi
2.       Melakukan penemuan kasus atau masalah kesehatan di masyarakat.
3.       Menerapkan prinsip privasi dalam penemuan kasus-kasus yang dinilai negatif oleh masyarakat.
4.       Melaporkan hasil penemuan kasus kepada pihak terkait kegiatan-kegiatan perawat yang berhubungan langsung dengan surveilans epidemiologi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit menular adalah :
*      Pengamatan penyakit menular tertentu
*      Pengamatan terpadu untuk pemantauan program dan dampak program melalui pemantauan wilayah setempat, dan pengamatan pemberantasan berbagai vector penyakit serta pengamatan laboratorium
*      Pengobatan penderita, baik yang bersifat pencegahan maupun penyembuhan dalam rangka pemutusan rantai penularan
*      Imunisasi untuk mencegah penyakit-penyakit menular.
*      Penanggulangan kejadian luar biasa dan wabah penyakit seperti diare,malaria,demam berdarah,rabies dan penyakit yang dapat menimbulkan wabah.
Dari penjelasan di atas dapat di lihat bawah peran dan fungsi perawat  tidak dapat dipisahkan dari survailands epidemiologi.






REFERENSI
Depkes  Ri ,1997,Jakarta,Mudol Pelatihan Fungsional Bagi Tenaga Survailans di Puskesmas.
Dini Mainada Mutiara,Rumiati,Selvi Elmawati,2008,………,Keluarga Binaan Sebagai Wujud Peran Perawat Komunitas dalam Penanggulangan Gizi Buruk pada Anak.
Suyatno, Ir. MKes.
Iwan Willyanto. Bagian Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga ...
Asri ... Referat Kedokteran: Konsep Terbaru Dalam Manajemen Cairan Perioperatif ...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar